Pengertian RIP
Routing Information Protocol (RIP) termasuk dalam protokol distance-vector, sebuah protokol yang sangat sederhana. Protokol distance-vector sering juga disebut protokol Bellman-Ford, karena berasal dari algoritma perhitungan jarak terpendek oleh R.E. Bellman, dan dideskripsikan dalam bentuk algoritma-terdistribusi pertama kali oleh Ford dan Fulkerson.
Setiap router dengan protokol distance-vector
ketika pertama kali dijalankan hanya mengetahui cara routing ke dirinya
sendiri (informasi lokal) dan tidak mengetahui topologi jaringan
tempatnya berada. Router kemudia mengirimkan informasi local tersebut
dalam bentuk distance-vector ke semua link yang terhubung langsung dengannya. Router yang menerima informasi routing menghitung distance-vector, menambahkan distance-vector dengan metrik link tempat informasi tersebut diterima, dan memasukkannya ke dalam entri forwarding table
jika dianggap merupakan jalur terbaik. Informasi routing setelah
penambahan metrik kemudian dikirim lagi ke seluruh antarmuka router, dan
ini dilakukan setiap selang waktu tertentu. Demikian seterusnya
sehingga seluruh router di jaringan mengetahui topologi jaringan
tersebut.
Protokol distance-vector
memiliki kelemahan yang dapat terlihat apabila dalam jaringan ada link
yang terputus. Dua kemungkinan kegagalan yang mungkin terjadi adalah
efek bouncing dan menghitung-sampai-tak-hingga (counting to infinity). Efek bouncing dapat terjadi pada jaringan yang menggunakan metrik yang berbeda pada minimal sebuah link. Link yang putus dapat menyebabkan routing loop, sehingga datagram yang melewati link tertentu hanya berputar-putar di antara dua router (bouncing) sampai umur (time to live) datagram tersebut habis.
Menghitung-sampai-tak-hingga
terjadi karena router terlambat menginformasikan bahwa suatu link
terputus. Keterlambatan ini menyebabkan router harus mengirim dan
menerima distance-vector serta menghitung metrik sampai batas maksimum metric distance-vector tercapai. Link tersebut dinyatakan putus setelah distance-vector mencapai batas maksimum metrik. Pada saat menghitung metrik ini juga terjadi routing loop, bahkan untuk waktu yang lebih lama daripada apabila terjadi efek bouncing.
Perlu diketahui bahwa RIP tidak mengadopsi protokol distance-vector begitu
saja, melainkan dengan melakukan beberapa penambahan pada algoritmanya agar
kalang perutean dapat diminimalkan. Split horizon digunakan RIP untuk
meminimalkan efek lambung (bouncing). Prinsip yang digunakan split horizon
adalah: jika simpul A menyampaikan datagram ke tujuan X melalui simpul B, maka
bagi B tidak masuk akal untuk mencapai tujuan X melalui A. Jadi, A tidak perlu
memberitahu B bahwa X dapat
dicapai B melalui A. Untuk mencegah kasus menghitung sampai tak hingga, RIP
menggunakan metode Triggered Update. RIP memiliki penghitung waktu (timer)
untuk mengetahui kapan perute harus kembali
memberikan informasi perutean. Jika terjadi perubahan pada jaringan, sementara
timer belum habis, perute tetap harus mengirimkan informasi perutean karena
dipicu oleh perubahan tersebut (triggered update). Dengan demikian,
perute dalam jaringan dapat dengan cepat mengetahui perubahan yang
terjadi dan
meminimalkan kemungkinan kalang loop (routing loop) terjadi.
RIP yang didefinisikan dalam RFC-1058 menggunakan metrik antara 1 dan
15, sedangkan 16 dianggap sebagai tak-hingga. Route dengan distance-vector 16 tidak dimasukkan ke dalam forwarding table.
Batas metrik 16 ini mencegah waktu menghitung-sampai-tak-hingga yang
terlalu lama. Paket-paket RIP secara normal dikirimkan setiap 30 detik
atau lebih cepat jika terdapat triggered updates. Jika dalam 180 detik sebuah route tidak diperbarui, router menghapus entri route tersebut dari forwarding table.
RIP tidak memiliki informasi tentang subnet setiap route. Router harus
menganggap setiap route yang diterima memiliki subnet yang sama dengan
subnet pada router itu. Dengan demikian, RIP tidak mendukung Variable Length Subnet Masking (VLSM).
RIP
versi 2 (RIP-2 atau RIPv2) berupaya untuk menghasilkan beberapa
perbaikan atas RIP, yaitu dukungan untuk VLSM, menggunakan otentikasi,
memberikan informasi hop berikut (next hop), dan multicast.
Penambahan informasi subnet mask pada setiap route membuat router tidak
harus mengasumsikan bahwa route tersebut memiliki subnet mask yang sama
dengan subnet mask yang digunakan padanya.
RIP-2
juga menggunakan otentikasi agar dapat mengetahui informasi routing
mana yang dapat dipercaya. Otentikasi diperlukan pada protokol routing
untuk membuat protocol tersebut menjadi lebih aman. RIP-1 tidak
menggunakan otentikasi sehingga orang dapat memberikan informasi routing
palsu. Informasi hop berikut pada RIP-2 digunakan oleh router untuk
menginformasikan sebuah route tetapi untuk mencapai route tersebut tidak
melewati router yang memberi informasi, melainkan router yang lain.
Pemakaian hop berikut biasanya di perbatasan antar-AS (Autonomous System).
RIP-1
menggunakan alamat broadcast untuk mengirimkan informasi routing.
Akibatnya, paket ini diterima oleh semua host yang berada dalam subnet
tersebut dan menambah beban kerja host. RIP-2 dapat mengirimkan paket
menggunakan multicast pada IP 224.0.0.9 sehingga tidak semua host
perlu menerima dan memproses informasi routing. Hanya router-router
yang menggunakan RIP-2 yang menerima informasi routing tersebut tanpa
perlu mengganggu host-host lain dalam subnet.
RIP
merupakan protokol routing yang sederhana, dan ini menjadi alasan
mengapa RIP paling banyak diimplementasikan dalam jaringan. Mengatur
routing menggunakan RIP tidak rumit dan memberikan hasil yang cukup
dapat diterima, terlebih jika jarang terjadi kegagalan link jaringan.
Walaupun demikian, untuk jaringan yang besar dan kompleks, RIP mungkin
tidak cukup. Dalam kondisi demikian, penghitungan routing dalam RIP
sering membutuhkan waktu yang lama, dan menyebabkan terjadinya routing
loop. Untuk jaringan seperti ini, sebagian besar spesialis jaringan
komputer menggunakan protocol yang masuk dalam kelompok link-state.
Cara Kerja RIP
RIP bekerja dengan menginformasikan status network yang dipegang secara langsung kepada router tetangganya.
Karakteristik dari RIP:
* Distance vector routing protocol
* Hop count sebagai metric untuk memilih rute
* Maximum hop count 15, hop ke 16 dianggap unreachable
* Secara default routing update 30 detik sekali
* RIPv1 (classfull routing protocol) tidak mengirimkan subnet mask pada update
* RIPv2 (classless routing protocol) mengirimkan subnet mask pada update.
Kelemahan RIP
Dalam implementasi RIP memang mudah untuk digunakan, namun RIP mempunyai masalah serius pada Autonomous System yang besar, yaitu :
1) Terbatasnya diameter network.
Telah
disebutkan sedikit di atas bahwa RIP hanya bisa menerima metrik sampai
15. Lebih dari itu tujuan dianggap tidak terjangkau. Hal ini bisa
menjadi masalah pada network yang besar.
2) Konvergensi yang lambat
Untuk
menghapus entry tabel routing yang bermasalah, RIP mempunyai metode
yang tidak efesien. Seperti pada contoh skema network di atas, misalkan
subnet 10 bernilai 1hop dari router 2 dan bernilai 2 hop dari router 3.
Ini pada kondisi bagus, namun apabila router 1 crash, maka subnet 3 akan
dihapus dari table routing kepunyaan router 2 sampai batas waktu 180
detik. Sementara itu, router 3 belum mengetahui bahwa subnet 3 tidak
terjangkau, ia masih mempunyai table routing yang lama yang menyatakan
subnet 3 sejauh 2 hop (yang melalui router 2). Waktu subnet 3 dihapus
dari router 2, router 3 memberikan informasi ini kepada router 2 dan
router 2 melihat bahwa subnet 3 bisa dijangkau lewat router 3 dengan 3
hop ( 2 + 1 ).Karena ini adalah routing baru maka ia akan memasukkannya
ke dalam KRT. Berikutnya, router 2 akan mengupdate routing table
dan memberikannya kepada router 3 bahwa subnet 3 bernilai 3 hop. Router 3
menerima dan menambahkan 1 hop lagi menjadi 4. Lalu tabel routing
diupdate lagi dan router 2 meneriman informasi jalan menuju subnet 3
menjadi 5 hop. Demikian seterusnya sampai nilainya lebih dari 30.
Routing atas terus menerus looping sampai nilainya lebih dari 30 hop.
3) Tidak bisa membedakan network masking lebih dari /24
RIP
membaca ip address berdasarkan kepada kelas A, B dan C. Seperti kita
ketahui bahwa kelas C mempunyai masking 24 bit. Dan masking ini masih
bias diperpanjang menjadi 25 bit, 26 bit dan seterusnya. RIP tidak dapat
membacanya bila lebih dari 24 bit. Ini adalah masalah besar, mengingat
masking yang lebih dari 24 bit banyak dipakai. Hal ini sudah dapat di
atasi pada RIPv2.
Satu hal yang perlu diperhatikan adalah RIP zebra secara default mempergunakan
versi 2, sedangkan Cisco versi 1.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar